Salah satu contoh masalah tersebut adalah kemacetan. Ridwan mengungkapkan, ketika masyarakat menginginkan berkurangnya kemacetan, pemerintah justru mengimbau pendirian gedung dan menyediakan lahan parkir untuk mencukupi kebutuhan seluruh pengguna gedung. Menurut dia, langkah ini justru akan memperbesar jumlah pemilik mobil dan menambah kemacetan.
"Sama seperti bejana yang diisi air. Berapapun besarnya bejana, akan terus penuh. Langkah cerdasnya adalah mengecilkan keran air, bukan membesarkan bejananya," kata Ridwan.
"Apa yang terjadi di Indonesia berbeda dengan di Australia. Aturan untuk mengurangi lahan parkir memaksa masyarakat menggunakan kendaraan umum," ujar Ridwan di acara "Kampanye Satu Dasawarsa Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung (UUBG)" di Ruang Pendopo Gedung Cipta Karya, Jakarta, Rabu (15/8/2012).
Selanjutnya, ia juga mengutarakan, bahwa kemungkinan besar agar dapat menaati undang-undang dan hidup teratur, pemerintah sebaiknya memberikan hadiah kepada masyarakat, bukan menakut-nakuti dengan sanksi.
"Seperti sistem reward, penghargaan bagi bangunan yang dengan tertib mengikuti peraturan. Bagi para pelanggar undang-undang, harus ada polisinya. Semua orang sebaiknya melaporkan, jika ada indikasi pelanggaran dalam pembangunan, peruntukkan, aturan kepadatan gedung, dan penyelewengan lain," papar Ridwan.
Adapun UUBG mencakup hampir seluruh bidang konstruksi dan properti. Jika dijalankan dengan sempurna, tidak akan ada banyak kecelakaan pembangunan, kisruh, dan sengketa. UU ini sendiri mengatur segala seluk-beluk masalah pembangunan gedung, yang seharusnya meliputi baik kota besar maupun kota-kota kecil di seluruh Indonesia.
Di dalam penjelasan UU tersebut dengan jelas disebutkan, bahwa UU ini mengatur fungsi, syarat, penyelenggaraan bangunan gedung, hak dan kewajiban pemilik serta pengguna gedung, ketentuan peran masyarakan, dan pembinaan dari pemerintah. Selain itu, UU ini juga menyertakan sanksi yang akan dikenakan pada pelanggar UU.
Seperti diberitakan sebelumnya, sejak sepuluh tahun lalu, tepatnya pada 16 Desember 2002, UU Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung (UUBG) telah disahkan oleh Presiden Indonesia, Megawati Soekarnoputri. Salah satu bagian dalam UUBG mengungkapkan bahwa pelaksanaan UUBG membutuhkan dukungan dari Perda setempat.
Jangka waktu diberikan untuk pelaksanaan UUBG tersebut adalah delapan tahun sampai seluruh wilayah Indonesia memiliki Perda yang mendukung. Namun, setelah sepuluh tahun berlalu, belum semua daerah memiliki Perda yang mendukung UUBG.
"UUBG mengamanatkan target 2012. Waktunya sudah lewat, baru sedikit daerah yang memiliki Perda BG. Setelah dipacu dengan pendampingan pemerintah, jumlahnya bertambah. Berdasarkan pengalaman, pada 2020 nampaknya mungkin seluruh daerah memiliki Perda BG," ujar Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum, Hartono Guratno.
Guratno mengatakan, saat ini pemerintah masih mengalami beberapa kendala dalam implementasi UUBG. Kendala tersebut antara lain UUBG membutuhkan dukungan Perda BG yang dikeluarkan oleh Pemda. Sayangnya, beberapa Pemda belum bergerak dan menyusun Perda BG di daerah mereka.
"Selain itu, masih ada bangunan yang belum memiliki IMB, tidak didirikan pada lokasi yang seharusnya, dan berbagai penyelewengan lain," ujar Guratno.
Sumber " Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar